Rabu, 22 Januari 2014

Hubungan Kebudayaan Mesir dengan Kepribadian

1. Kepribadian rakyat Mesir
Sebagian besar masyarakat Mesir bekerja sebagai petani. Rumah mereka terbuat dari tanah liat yang didesain untuk menjaga udara dirumah tetap dingin pada saat siang hari. Setiap rumah memiliki dapur dengan atap terbuka. Di dapur terdapat batu giling dan oven kecil. Tembok dicat warna putih dan beberapa juga ditutupi dengan hiasan yang diberi warna. Lantai ditutupi dengan tikar bambu dilengkapi dengan tempat istirahat sederhana untuk duduk dan tidur.
Bangsa Mesir Kuno menghargai penampilan dan kebersihan tubuh mereka. Sebagian besar mandi di Sungai Nil dan menggunakan sabun yang terbuat dari lemak binatang dan kapur. Laki-laki bercukur untuk menjaga kebersihan, menggunakan minyak wangi dan parfum untuk mengharumkan dan menyegarkan kulit. Pakaian mereka dibuat dengan linen sederhana yang diberi warna putih, baik pria maupun wanita, di kelas yang lebih mewah mereka menggunakan wig, perhiasan, dan kosmetik. Anak-anak tidak mengenakan pakaian hingga anak tersebut dianggap dewasa, pada usia lebih kurang 12 tahun anak laki-laki disunat dan dicukur. Ibu bertanggung jawab menjaga anaknya, dan ayah bertugas mencari nafkah.
Musik dan tarian menjadi adalah hiburan yang paling menarik bagi mereka yang mampu membayar. Instrumen yang digunakan antara lain seruling dan harpa, dan juga instrumen yang mirip terompet juga digunakan. Pada masa Kerajaan Baru, rakyat Mesir memainkan bel, simbal, tamborine, dan drum serta mengimpor kecapi dan lira dari Asia. Mereka juga menggunakan sistrum, instrumen musik yang biasa digunakan dalam upacara keagamaan.
Bangsa Mesir Kuno mengenal berbagai macam hiburan, permainan dan musik, salah satunya adalah Senet, permainan papan yang bidangnya digerakkan secara acak. Selain itu mereka juga mengenal mehen. Juggling dan permainan menggunakan bola juga sering dimainkan anak-anak, dan permainan gulat sebagaimana digambarkan dalam makam Beni Hasan. Orang-orang kaya di Mesir Kuno juga gemar berburu dan berlayar untuk hiburan.

2. Masakan
Masakan Mesir cenderung tidak berubah selama berabad-abad. Masakan Mesir modern memiliki banyak persamaan dengan Masakan Mesir Kuno. Makanan sehari-hari biasanya seperti roti dan bir, dengan lauk berupa sayuran, serta buah-buahan. Wine dan daging biasanya hanya disajikan pada perayaan tertentu, kecuali di kalangan orang-orang kaya yang lebih sering menyantapnya.



3. Arsitektur
Karya arsitektur bangsa Mesir Kuno yang paling terkenal adalah Piramida Giza dan Kuil di Thebes. Proyek pembangunan dijaga dan didanai oleh pemerintah untuk tujuan religius, sebagai peringatan, dan menunjukkan kekuasaan firaun. Bangsa Mesir Kuno mampu membangun struktur batu dengan peralatan sederhana namun efektif, dengan tingkat akurasi dan presisi yang tinggi.
Kediaman yang bagus untuk masyarakat elit maupun masyarakat biasa dibuat dari bahan batu bata dan kayu. Rumah masyarakat  elit memiliki struktur yang rumit. Beberapa istana Kerajaan Baru yang tersisa, seperti yang terletak di Malkata dan Amarna, menunjukkan tembok dan lantai yang dipenuhi hiasan dengan gambar pemandangan yang indah. Struktur penting seperti Kuil atau Makam dibuat dengan batu agar dapat bertahan lama.
Kuil-kuil tertua yang tersisa, seperti di Giza, terdiri dari ruang tunggal tertutup dengan lembaran atap yang didukung oleh pilar. Pada Kerajaan Baru, arsitek menambahkan pilon, halaman terbuka, dan ruangan hypostyle, gaya ini bertahan hingga periode Yunani-Romawi. Arsitektur makam tertua yang berhasil ditemukan oleh mastaba, struktur persegi panjang dengan atap datar yang terbuat dari batu dan bata. Struktur ini biasanya dibangun untuk menutupi ruang bawah tanah untuk menyimpan mayat.

4. Seni
Bangsa Mesir Kuno memproduksi seni untuk berbagai macam tujuan. Selama 3500 tahun, seniman mengikuti bentuk artistik dan ikonografi yang dikembangkan pada masa Kerajaan Lama. Aliran ini memiliki prinsip-prinsip ketat yang harus diJalani, mengakibatkan bentuk aliran ini tidak mudah berubah dan terpengaruh aliran lain. Standar artistic garis-garis sederhana, bentuk, dan area warna yang datar dikombinasikan dengan karakteristik figure yang tidak memiliki kedalaman spasial, menciptakan rasa keteraturan dan keseimbangan dalam komposisinya. Perpaduan antara teks dan gambar terjalin dengan indah dan baik, seperti makam, kuil, peti mati, dan patung.
Seniman Mesir Kuno dapat menggunakan batu dan kayu sebagai bahan dasar untuk memahat. Sedangkan cat didapatkan dari mineral seperti biji besi (merah dan kuning), biji perunggu (biru dan hijau), jelaga atau arang (hitam), dan batu kapur (putih), cat dapat dicampur dengan gum arab sebagai pengikat dan ditekan, disimpan untuk kemudian diberi air ketika hendak digunakan. Firaun menggunakan relief untuk mencatat kemenangan di pertempuran, dekrit kerajaan, atau peristiwa religius. Di masa Kerajaan Pertengahan, model kayu atau tanah liat yang menggambarkan kehidupan sehari-hari menjadi populer untuk ditambahkan di makam. Sebagai usaha menduplikasi aktivitas hidup di kehidupan setelah kematian, model ini diberi bentuk buruh, rumah, perahu, bahkan formasi militer.
Meskipun bentuknya hampir homogen, pada waktu tertentu gaya karya seni Mesir Kuno terkadang mengikuti perubahan kultural atau perilaku politik. Setelah invasi Hykos di Periode Pertengahan Kedua, seni dengan gaya Minoa ditemukan di Avaris. Salah satu contoh perubahan gaya akibat adanya perubahan politik yang menonjol adalah bentuk artistik yang dibuat pada masa Amarna, patung-patung disesuaikan dengan gaya pemikiran religius Akhenaten. Gaya ini, yang dikenal sebagai seni Amarna, langsung diganti dan dibuah ke bentuk tradisional setelah kematian.

5. Agama dan Kepercayaan
Kepercayaan terhadap kekuatan gaib dan adanya kehidupan setelah kematian dipegang kuat. Kuil-kuil diisi oleh dewa-dewa yang memiliki kekuatan supernatural dan menjadi tempat untuk meminta perlindungan, namun dewa-dewa tidak selalu dilihat sebagai sosok yang baik, orang mesir percaya dewa-dewa perlu diberi sesajian agar tidak mengeluarkan amarah. Struktur ini dapat berubah, tergantung siapa yang berkuasa pada saat itu.
Dewa-dewa disembah dalam sebuah kuil yang dijaga oleh seorang pemimpin. Di bagian tengah kuil biasanya terdapat patung dewa. Kuil tidak dijadikan tempat beribadah untuk publik, dan hanya pada hari-hari tertentu saja patung-patung itu dikeluarkan untuk disembah oleh masyarakat. Masyarakat umum beribadah memuja patung pribadi di rumah masing-masing, dilengkapi jimat yang dipercaya mampu melindungi dari marabahaya. Setelah Kerajaan Baru, peran firaun sebagai perantara spiritual mulai berkurang seiring dengan munculnya kebiasaan untuk memuja langsung tuhan. Di sisi lain, para pemimpin mengembangkan sistem ramalan untuk komunikasi langsung keinginan dewa kepada masyarakat.
Masyarakat mesir percaya bahwa setiap manusia terdiri dari bagian fisik dan spiritual. Selain badan, manusia juga memiliki bayangan, kepribadian atau jiwa, nyawa. Jantung dipercaya sebagai pusat dari pikiran dan emosi. Setelah kematian, aspek spiritual akan lepas dari tubuh dan dapat bergerak sesuka hati, namun mereka membutuhkan tubuh fisik mereka sebagai tempat untuk pulang. Tujuan utama mereka yang meninggal adalah menyatukan kembali nyawa dan kepribadian atau jiwa untuk menjadi arwah yang diberkahi. Untuk mencapai kondisi itu, mereka yang mati akan diadili, jantung akan ditimbang dengan bulu kejujuran. Jika pahalanya cukup sang arwah diperbolehkan tetap tinggal di bumi dalam bentuk spiritual.









Daftar Pustaka:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar