Hubungan Kebudayaan
Mesir dengan Kepribadian
1. Kepribadian rakyat Mesir
Sebagian besar
masyarakat Mesir bekerja sebagai petani. Rumah mereka terbuat dari tanah liat
yang didesain untuk menjaga udara dirumah tetap dingin pada saat siang hari.
Setiap rumah memiliki dapur dengan atap terbuka. Di dapur terdapat batu giling dan
oven kecil. Tembok dicat warna putih dan beberapa juga ditutupi dengan hiasan yang
diberi warna. Lantai ditutupi dengan tikar bambu dilengkapi dengan tempat
istirahat sederhana untuk duduk dan tidur.
Bangsa Mesir Kuno menghargai
penampilan dan kebersihan tubuh mereka. Sebagian besar mandi di Sungai Nil dan
menggunakan sabun yang terbuat dari lemak binatang dan kapur. Laki-laki
bercukur untuk menjaga kebersihan, menggunakan minyak wangi dan parfum untuk
mengharumkan dan menyegarkan kulit. Pakaian mereka dibuat dengan linen
sederhana yang diberi warna putih, baik pria maupun wanita, di kelas yang lebih
mewah mereka menggunakan wig, perhiasan, dan kosmetik. Anak-anak tidak mengenakan
pakaian hingga anak tersebut dianggap dewasa, pada usia lebih kurang 12 tahun
anak laki-laki disunat dan dicukur. Ibu bertanggung jawab menjaga anaknya, dan ayah
bertugas mencari nafkah.
Musik dan tarian
menjadi adalah hiburan yang paling menarik bagi mereka yang mampu membayar.
Instrumen yang digunakan antara lain seruling dan harpa, dan juga instrumen
yang mirip terompet juga digunakan. Pada masa Kerajaan Baru, rakyat Mesir
memainkan bel, simbal, tamborine, dan drum serta mengimpor kecapi dan lira dari
Asia. Mereka juga menggunakan sistrum, instrumen musik yang biasa digunakan
dalam upacara keagamaan.
Bangsa Mesir Kuno
mengenal berbagai macam hiburan, permainan dan musik, salah satunya adalah Senet,
permainan papan yang bidangnya digerakkan secara acak. Selain itu mereka juga
mengenal mehen. Juggling dan permainan menggunakan bola juga sering dimainkan
anak-anak, dan permainan gulat sebagaimana digambarkan dalam makam Beni Hasan.
Orang-orang kaya di Mesir Kuno juga gemar berburu dan berlayar untuk hiburan.
2. Masakan
Masakan Mesir cenderung
tidak berubah selama berabad-abad. Masakan Mesir modern memiliki banyak
persamaan dengan Masakan Mesir Kuno. Makanan sehari-hari biasanya seperti roti
dan bir, dengan lauk berupa sayuran, serta buah-buahan. Wine dan daging
biasanya hanya disajikan pada perayaan tertentu, kecuali di kalangan orang-orang
kaya yang lebih sering menyantapnya.
3. Arsitektur
Karya arsitektur bangsa
Mesir Kuno yang paling terkenal adalah Piramida Giza dan Kuil di Thebes. Proyek
pembangunan dijaga dan didanai oleh pemerintah untuk tujuan religius, sebagai
peringatan, dan menunjukkan kekuasaan firaun. Bangsa Mesir Kuno mampu membangun
struktur batu dengan peralatan sederhana namun efektif, dengan tingkat akurasi
dan presisi yang tinggi.
Kediaman yang bagus
untuk masyarakat elit maupun masyarakat biasa dibuat dari bahan batu bata dan
kayu. Rumah masyarakat elit memiliki
struktur yang rumit. Beberapa istana Kerajaan Baru yang tersisa, seperti yang
terletak di Malkata dan Amarna, menunjukkan tembok dan lantai yang dipenuhi
hiasan dengan gambar pemandangan yang indah. Struktur penting seperti Kuil atau
Makam dibuat dengan batu agar dapat bertahan lama.
Kuil-kuil tertua yang tersisa, seperti di Giza,
terdiri dari ruang tunggal tertutup dengan lembaran atap yang didukung oleh
pilar. Pada Kerajaan Baru, arsitek menambahkan pilon, halaman terbuka, dan
ruangan hypostyle, gaya ini bertahan hingga periode Yunani-Romawi. Arsitektur
makam tertua yang berhasil ditemukan oleh mastaba, struktur persegi panjang
dengan atap datar yang terbuat dari batu dan bata. Struktur ini biasanya
dibangun untuk menutupi ruang bawah tanah untuk menyimpan mayat.
4. Seni
Bangsa Mesir Kuno
memproduksi seni untuk berbagai macam tujuan. Selama 3500 tahun, seniman
mengikuti bentuk artistik dan ikonografi yang dikembangkan pada masa Kerajaan
Lama. Aliran ini memiliki prinsip-prinsip ketat yang harus diJalani,
mengakibatkan bentuk aliran ini tidak mudah berubah dan terpengaruh aliran
lain. Standar artistic garis-garis sederhana, bentuk, dan area warna yang datar
dikombinasikan dengan karakteristik figure yang tidak memiliki kedalaman
spasial, menciptakan rasa keteraturan dan keseimbangan dalam komposisinya.
Perpaduan antara teks dan gambar terjalin dengan indah dan baik, seperti makam,
kuil, peti mati, dan patung.
Seniman Mesir Kuno
dapat menggunakan batu dan kayu sebagai bahan dasar untuk memahat. Sedangkan cat
didapatkan dari mineral seperti biji besi (merah dan kuning), biji perunggu
(biru dan hijau), jelaga atau arang (hitam), dan batu kapur (putih), cat dapat
dicampur dengan gum arab sebagai pengikat dan ditekan, disimpan untuk kemudian
diberi air ketika hendak digunakan. Firaun menggunakan relief untuk mencatat
kemenangan di pertempuran, dekrit kerajaan, atau peristiwa religius. Di masa
Kerajaan Pertengahan, model kayu atau tanah liat yang menggambarkan kehidupan
sehari-hari menjadi populer untuk ditambahkan di makam. Sebagai usaha
menduplikasi aktivitas hidup di kehidupan setelah kematian, model ini diberi
bentuk buruh, rumah, perahu, bahkan formasi militer.
Meskipun bentuknya
hampir homogen, pada waktu tertentu gaya karya seni Mesir Kuno terkadang
mengikuti perubahan kultural atau perilaku politik. Setelah invasi Hykos di
Periode Pertengahan Kedua, seni dengan gaya Minoa ditemukan di Avaris. Salah
satu contoh perubahan gaya akibat adanya perubahan politik yang menonjol adalah
bentuk artistik yang dibuat pada masa Amarna, patung-patung disesuaikan dengan
gaya pemikiran religius Akhenaten. Gaya ini, yang dikenal sebagai seni Amarna,
langsung diganti dan dibuah ke bentuk tradisional setelah kematian.
5. Agama dan Kepercayaan
Kepercayaan terhadap
kekuatan gaib dan adanya kehidupan setelah kematian dipegang kuat. Kuil-kuil
diisi oleh dewa-dewa yang memiliki kekuatan supernatural dan menjadi tempat
untuk meminta perlindungan, namun dewa-dewa tidak selalu dilihat sebagai sosok
yang baik, orang mesir percaya dewa-dewa perlu diberi sesajian agar tidak
mengeluarkan amarah. Struktur ini dapat berubah, tergantung siapa yang berkuasa
pada saat itu.
Dewa-dewa disembah
dalam sebuah kuil yang dijaga oleh seorang pemimpin. Di bagian tengah kuil
biasanya terdapat patung dewa. Kuil tidak dijadikan tempat beribadah untuk
publik, dan hanya pada hari-hari tertentu saja patung-patung itu dikeluarkan
untuk disembah oleh masyarakat. Masyarakat umum beribadah memuja patung pribadi
di rumah masing-masing, dilengkapi jimat yang dipercaya mampu melindungi dari
marabahaya. Setelah Kerajaan Baru, peran firaun sebagai perantara spiritual
mulai berkurang seiring dengan munculnya kebiasaan untuk memuja langsung tuhan.
Di sisi lain, para pemimpin mengembangkan sistem ramalan untuk komunikasi
langsung keinginan dewa kepada masyarakat.
Masyarakat mesir
percaya bahwa setiap manusia terdiri dari bagian fisik dan spiritual. Selain
badan, manusia juga memiliki bayangan, kepribadian atau jiwa, nyawa. Jantung
dipercaya sebagai pusat dari pikiran dan emosi. Setelah kematian, aspek
spiritual akan lepas dari tubuh dan dapat bergerak sesuka hati, namun mereka
membutuhkan tubuh fisik mereka sebagai tempat untuk pulang. Tujuan utama mereka
yang meninggal adalah menyatukan kembali nyawa dan kepribadian atau jiwa untuk
menjadi arwah yang diberkahi. Untuk mencapai kondisi itu, mereka yang mati akan
diadili, jantung akan ditimbang dengan bulu kejujuran. Jika pahalanya cukup
sang arwah diperbolehkan tetap tinggal di bumi dalam bentuk spiritual.
Daftar Pustaka:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar